Kamis, 30 Juni 2016

Konsep kinerja karyawan

 konsep kinerja karyawan



Pada umumnya bila seseorang akan melakukan sesuatu jelas ada tujuan tertentu yang hendak dicapainya. Demikian juga halnya dengan badan usaha, tujuan yang hendak dicapai salah satunya adalah hasil kerja atau disebut kinerja.

Pengertian kinerja menurut Bernadin & Russell adalah :
“Performance is defined as the records of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period”.
Yang secara sederhana kinerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh seorang karyawan selama periode waktu tertentu dan pada bidang pekerjaan yang ditekuninya.
Seorang yang memiliki konsep kinerja karyawan 

yang tinggi dan baik dapat menunjang tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh badan usaha. Untuk dapat memiliki kinerja yang tinggi dan baik, seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya harus memiliki keahlian dan ketrampilan yang sesuai dengan pekerjaan yang ditekuninya.

Untuk mengetahui kinerja karyawan, maka perlu diadakan penilaian terhadap kinerja itu sendiri, dari penilaian itu dapat diketahui apakah kinerja yang dihasilkan oleh karyawan telah memenuhi standar atau tidak. Dengan melakukan penilaian kinerja karyawan, pihak badan usaha dapat memperoleh informasi tentang kinerja karyawan yang dapat digunakan oleh badan usaha untuk memperbaiki kinerja karyawan, untuk lebih memotivasi karyawan agar mau mengembangkan diri, serta sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan.
Pengertian kinerja menurut Johns (1996 : 167) adalah sebagai berikut, “Performance is the extent to which an organizational member contributes to achieving the objectives of the organization”.
Artinya, kinerja adalah suatu tingkat peranan anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Peranan yang dimaksud adalah setiap kegiatan yang menghasilkan suatu akibat, pelaksanaan suatu tindakan, tingkat penyelesaian suatu pekerjaan dan bagaimana karyawan bertindak dalam menjalankan tugas yang diberikan.

Menurut Stephen Robbins ada 3 kriteria untuk mengetahui kinerja seseorang, yaitu :
1. Individual task outcomes, if ends count, rather than means, then management should evaluate an employee’s task outcomes. Using task outcomes, a plant manager could be judged on criteria such as quality produced, scrap generated and cost per unit of production.
  1. Behaviors, it is difficult to identify spesific outcomes that can be directly attribute to an employee’s action. This is particularly true of personnel in staff position and individuals whose work assignments are intrinsically part of a group effort.
  2. Traits, the weakest set of criteria, yet one still widely used by organizations, is individual traits. They are weaker than either task outcomes or behaviors because they are farthest removed from the actual performance of the job itself.
    Berdasarkan pendapat tersebut maka konsep kinerja karyawan dapat dilihat dalam beberapa hal, pertama adalah hasil tugas individu, menilai hasil tugas karyawan dapat dilakukan pada suatu badan usaha yang sudah menetapkan standar kinerja sesuai dengan jenis pekerjaan, yang dinilai berdasarkan periode waktu tertentu, seperti laporan harian, memenuhi tuntutan waktu, hasil kerja. Bila karyawan dapat mencapai standar yang ditentukan berarti hasil tugasnya baik. Kedua adalah perilaku, badan usaha tentunya terdiri dari banyak karyawan baik bawahan maupun atasan, yang mempunyai perilaku sendiri-sendiri seperti cekatan atau tanggap, hadir tepat waktu dan rajin. Dimana setiap individu saling terlibat dan berkomunikasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Jika komunikasi terhambat, maka karyawan tidak dapat mencapai standar kinerja, yang akibatnya tujuan yang diharapkan tidak dapat tercapai.
Jadi seorang karyawan dituntut untuk memiliki perilaku yang baik dan benar sesuai dengan yang diharapkan. Ketiga adalah ciri atau sifat, yang dimiliki karyawan umumnya berlangsung lama dan tetap sepanjang waktu seperti sopan santun, ramah, penampilan yang rapi dan lain sebagainya. Tetapi dengan adanya perubahan-perubahan dan campur tangan dari pihak luar seperti adanya pelatihan, maka akan mempengaruhi perubahan kinerja pula.

Terima kasih telah mengunjungi dan membaca artikel kami di blogger OUTBOUND BOGOR

Rabu, 29 Juni 2016

PERUSAHAAN WAJIB MENGIKUTI OUTBOUND

ALASAN PERUSAHAN WAJIB MENGIKUTI OUTBOUND




pelatihan di alam terbuka akhir-akhir ini semakin populer di kalangan praktisi pelatihan SDM. Banyak perusahaan besar, maupun perusahaan kecil memanfaatkan metode outbound management training di dalam pengembangan SDM. Apa sebab metode ini sangat populuer? Jawabannya tak lain karena metode outbound sangat efektif dalam membangun pemahaman terhadap suatu konsep dan membangun prilaku.
Berikut beberapa alasan kenapa metode Outbound training dipakai. Diantaranya sebagai berikut:

1. Metode ini adalah sebuah simulasi kehidupan yang kompleks menjadi sederhana
Manusia pada dasarnya dapat memahami kehidupan ini dari alam semesta. Alam semesta adalah sumber kearifan, dan tempat belajar bagi semua orang. Itulah sebabnya Tuhan diberbagai kitab suci menyuruh manusia untuk membaca makna yang ada di dalam alam semesta. Bagaimana burung terbang bersama, dan bagaimana lebah dan semut berbagi tugas telah menjadikan banyak inspirasi bagi pakar managemen.
Kehidupan dalam organisasi perusahaan yang sangat kompleks sebenarnya dapat disimulasikan kedalam suatu bentuk kegiatan yang sederhana. Permainan outbound training adalah cara untuk menggambarkan kehidupan yang kompleks dengan cara sederhana melalui penggunaan sebuah metafora. Permainan yang ditampilkan dalam outbound training adalah metafora dalam kehidupan kompleks tersebut.

2. Metode ini menggunakan pendekatan metode belajar melalui pengalaman (experiental learning)
Outbound training menggunakan cara yang memberikan sebuah pengalam langsung kepada peserta pelatihan. Suatu kehidupan organinasi disimulasikan dalam sebuah kegiatan yang dapat dirasakan langsung oleh peserta program pelatihan outbound. Peserta langsung merasakan sukses dan gagal dalam sebuah kegiatan outbound training. Kalau sukses, peserta akan tahu, prilaku apa yang membuat mereka sukses. Kalau gagal, mereka juga akan segera tahu, prilaku mana yang menyebabkan kegagalan tersebut. Pendekatan outbound traning memudahkan pemahaman tentang konsep manajemen.

3. Metode ini penuh kegembiraan karena dilakukan dengan permainan.
Kegiatan pelatihan outbound training banyak sekali menggunakan aktifitas yang mirip permainan yang biasa dilakukan anak-anak. Permainan biasanya disukai hampir setiap orang, sehingga sangat menyenangkan dan semua peserta pelatihan bisa lepas dalam kegiatan outbound. Dari pengalaman di dalam menyelenggarakan outbound, dijumpai keterangsangan emosi dan kegembiraan pada diri peserta pelatihan outbound training.
Nah, apakah anda sudah siap melakukan kegiatan outbound training bersama kami, sebuah provider outbound training di jakarta Silahkan hubungi kami. Kami akan siap melayani anda 24 jam.



Minggu, 26 Juni 2016

OUTBOUND - OUTWARD BOUND TRAINING

SEJARAH OUTBOUND – OUTWARD BOUND TRAINING


Outward Bound Training  adalah ide pendidikan inovatif yang dikreasikan oleh Kurt Hahn yang telah bertahan dan berkembang selama lebih dari enam puluh tahun. Fakta Ini dapat dikatakan luar biasa karena begitu banyak metode pendidikan yang muncul dan tenggelam selama periode ini.
Apakah karena konsep ini sangat mudah beradaptasi dan dapat diterapkan pada dunia edukasi secara masal atau karena pemikiran dan filosofi dari konsep metode semacam outbound ini adalah abadi dan memiliki daya tarik universal? atau mungkin kedua faktor tersebutlah yang membuat metode ini menjadi populer dan terus berkembang.
Yang jelas sang penemu metode outward bound atau lebih dikenal outbound training , Kurt Hahn telah meninggal pada tahun 1974 tetapi pengaruhnya dalam Outward Bound Training  dan inisiatif pendidikan lainnya masih hidup hingga saat ini. Beliau lebih menekankan tercapainya tujuan daripada melatih fokus, dengan menggunakan cara yg sangat fleksibel, beragam dan sangat adaptatif. Begitu pula dengan metodeOutward Bound Training , dengan programnya yang boleh dikatakan “tidak lazim”.
Kisah Sang Penemu Outbound
Kurt Hahn lahir di Jerman pada tahun 1896, putra seorang industrialis Yahudi kaya, tapi ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Inggris sebagai warga negara Inggris. Sementara ia masih di SMA tahun 1902, ia menghabiskan liburan musim panas di Dolomites dengan teman-teman dari Abbotsholme, sebuah sekolah negeri Inggris. Selama rentang perjalanan ini, dalam sebuah diskusi tentang sistem sekolah umum Inggris, ketertarikan mengenai dunia pendidikan pertama kali masuk ke dalam benak Hahn. Hal ini menyebabkan ia menjadi terobsesi, kemudian ia mulai mendalami filsafat pendidikan dan sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Plato, Baden Powell, Cecil Reddie, Dr Arnold dari Rugby, Herman Lietz dan lain-lain.
Pada tahun 1904, saat ia masih muda, Hahn terkena “sunstroke” yang cukup parah sehingga membuatnya cacat permanen namun disinilah ia merasakan ketegaran karena ia memiliki semangat dan keberanian untuk bertahan hidup yang sangat tinggi. proses pemulihan diri ini dimanfaatkannya untuk mempelajari filsafat pendidikan secara lebih mendalam dan merumuskan sistem pendidikan yang hingga saat ini menjadi sangat populer.
Salah satu prinsip hidupnya yang ia pegang teguh sejak saat itu adalah, “ketidakmampuan Anda adalah Peluang Anda”, yaitu mengubah Tantangan menjadi Keuntungan, dengan cara selalu melakukan hal yang benar, terbaik dan bermanfaat meskipun dalam keadaan yang dirasakan sangat sesulit apapun.
Filsafat pendidikan Hahn adalah perpaduan dari apa yang dianggap sebagai ide terbaik yang diambil dari berbagai sumber. Menurutnya, pendidikan adalah seperti pengobatan, metode pengobatan yang ada pada saat ini adalah hasil penemuan dan penyempurnaan dari metode metode terdahulu, jika anda datang ke seorang ahli bedah umum dan meminta untuk membedah usus anda dengan cara yang terbaik dan benar, pasti dokter ahli bedah umum tersebut akan menyarankan anda untuk datang ke ahli bedah yang lebih ahli mengenai usus.
Jadi menurut Hahn, tidak ada yang istimewa dan baru dari metode “temuannya”, karena menurut Hahn, ia hanyalah mengumpulkan, merumuskan kemudian mengemasnya dengan cara yang dianggapnya paling sesuai dengan pengalaman atau proses hidupnya pada masa itu. Beliau menganggap, lebih baik meminjam sebuah ide atau metode yang sudah teruji dan terbukti ketimbang harus mencari dan berkesperimen dengan metode baru.
Kunci keberhasilan Hahn adalah, ia berhasil merangkum, mengambil dan menggabungkan ide dan metode terbaik dari tiap pakar pendidikan di dunia, menjadi suatu metode edukasi yang sangat unik.
Hahn memiliki keyakinan bahwa setiap manusia dilahirkan dengan potensi dan kekuatan spiritual serta kemampuan untuk membuat penilaian yang benar mengenai nilai hidup dan moral.
Dalam perkembangan hidupnya, seseorang itu kehilangan kekuatan spiritual ini dan kemampuan untuk membuat penilaian moral karena, apa yang Hahn sebut, diseased society dan the impulses of adolescence.
Oleh karena itu, Hahn terobsesi oleh dekadensi moral atau penyakit sosial yang dia amati di masyarakat, dan sangat tergerak untuk mencari solusinya, beberapa “penyakit” tersebut misalnya seperti :
  • Penurunan tingkat kebugaran karena adanya sarana transportasi modern, pada saat itu lokomotif atau mesin
  • Penurunan memori dan imajinasi karena bingung, waswas, stress, gelisah akibat dampak dari modernisasi
  • Penurunan tingkat keterampilan dan perhatian karena melemahnya tradisi dan budaya yang positif serta keahlian
  • Penurunan disiplin diri karena ketergantungan pada obat-obat perangsang dan obat penenang
  • Penurunan rasa cinta dan kasih sayang antar sesama karena masing masing sibuk dan egois dengan gaya hidup modernnya
Sebagai bagian dari perhatiannya terhadap kekuatan dan kemampuan fisik adalah, ia percaya bahwa setiap manusia memiliki bakat kemampuan fisik, baik bakat fisik alamiah maupun ketidakmampuan fisik alamiah, misalnya seperti cacat fisik.
Keduanya memiliki kelebihan dan memberikan kesempatan: satu untuk mengembangkan kekuatan dan yang lainnya untuk mengatasi kelemahan. Inilah yang menjadi prinsip atau pegangan Hahn’s berikutnya yaitu,
“Ada banyak kelebihan pada diri anda daripada yang anda pikirkan dan bayangkan.”
Tujuan Hahn adalah untuk menyediakan wahana ideal untuk mengaktifkan kesadaran dan potensi kekuatan tersebut, sehingga setiap orang dapat menemukan kesempurnaan jati diri manusianya dan salah satu wahana yang ia buat adalahOutward Bound Training atau lebih populer di Indonesia dengan istilah Outbound Training.
*dirangkum dari berbagai sumber
Outward Bound Training Sebagai salah satu provider outbound besar yang ada di Indonesia berusaha memberikan yang terbaik untuk anda.

by : yudho

Kamis, 23 Juni 2016

PENTINGNYA KEBUTUHAN OUTBOUND PERUSAHAAN TERHADAP KARYAWAN

TRAINING OUTBOUND

Pentingya kegiatan karyawan sepertinya outbound, outing maupun pelatihan tidak bisa ditawar lagi, karena dampaknya bisa dirasakan sangat baik dan bermanfaat oleh karyawan dan perusahaan.


Untuk lebih jelasnya OUTWARD BOUND TRAINING akan menjelaskan seperti uraian dibawah ini :

OUTWARD BOUND TRAINING  selalu mengatakan, apakah aset yang paling berharga dalam sebuah perusahaan? Salah satu jawaban yang tepat adalah sumber daya manusia (SDM) yang andal yakni karyawan. Keberhasilan suatu bisnis tidak akan tercapai tanpa partisipasi dari karyawan yang menjalankan bisnis tersebut. Oleh karena besarnya peran karyawan dalam sebuah perusahaan sebagai penggerak utama dari sumber daya lain, perusahaan harus memberi perhatian khusus pada karyawan. Menjaga agar karyawan puas dan nyaman dengan karir mereka harus menjadi prioritas utama bagi setiap perusahaan.
OUTWARD BOUND TRAINING  juga mengatakan, karyawan tidak hanya ingin gaji dan benefit yang memuaskan, mereka juga ingin di hargai atas pekerjaan yang mereka lakukan, diperlakukan adil, memegang tanggung jawab, memiliki kesempatan untuk berkembang dalam karirnya, dan kesempatan untuk terlibat secara lebih signifikan dalam sebuah perusahaan. Pengakuan dan penghargaan yang diberi oleh perusahaan kepada karyawan memerankan peran penting dalam unit kerja untuk mempertahankan karyawan. Dengan adanya penghargaan dan pengakuan, mereka merasa bahwa kontribusi mereka dihargai dan kualitas diri mereka diakui.
OUTWARD BOUND TRAINING  selalu menggingatkan bahwa karyawan tidak selalu mengharapkan penghargaan dalam bentuk uang, tetapi mereka juga mengharapkan kebutuhan rekreasi atau refreshing. Setiap orang ingin menjadi bagian dari organisasi atau grup yang sukses. Adalah hal yang penting bagi perusahaan untuk menetapkan tujuan dan merayakan keberhasilan dari pencapaian tujuan tersebut secara berkelanjutan. Karena itu adalah bentuk penghargaan perusahaan terhadap seluruh karyawannya. Setiap karyawan merasa mereka mendapatkan keuntungan dari adanya kegiatan itu seperti outing , outbound maupun pelatihan.

OUTWARD BOUND TRAINING   Mengatakanbeberapa bentuk kurangnya perhatian perusahaan dalam memberi respek pada karyawan:
  1. Kurang menghargai kemampuan dan privacy atau kehidupan pribadi karyawan. Jarang sekali menunjukkan ekspresi kekaguman akan kepribadian dan prestasi karyawan.
b .Perusahaan menganggap karyawan sebagai anak kecil dimana Ia memberi pengarahan dan supervisi yang berlebihan.
c. Kurang memberi otonomi kepada karyawan dalam proses pengambilan keputusan. Sementara jika karyawan melakukan inisiatif dan kreatifitas, perusahaan segan menghargainya dan menganggap bahwa apa yang dilakukan karyawan tersebut memang sudah semestinya. Padahalsetiap individu menempatkan penghargaan sebagai salah satu kebutuhan psikologisnya dalam bentuk harga diri dan aktualisasi diri.
  1. Perusahaan enggan memaafkan karyawan yang berbuat salah. Memberi teguran keras tetapi tidak diikuti dengan penjelasan dimana letak kesalahan karyawan.
  2. Perusahaan tidak memberikan kegiatan refreshing atau rekreasi seperti outing, outbound maupun pelatihan kepada karyawan .
Maka OUTWARD BOUND TRAINING   menawarkan kepada perusahaan untuk kegiatan outing, outbound dan pelatihan seperti :
  1. kegiatan outing perusahaan di bogorouting perusahaan di puncak, outing di bandung dan lain – lainnya
  2. kegiatan outbound perusahaan di puncak, outbound di bogoroutbound di bandung dan lain – lainnya
  3. kegiatan pelatihan atau training perusahaan di bogor,  pelatihan atau training di puncak, pelatihan atau training di bandung dan lain -lainnya.
Oleh karena itu, untuk menjadi perusahaan yang berhasil, perusahaan harus memperhatikan karyawannya. Konsep bahwa keuntungan adalah hal yang paling penting bagi perusahaan dan karyawan hanyalah sebagian kecil dari perusahaan harus di ubah. Perusahaan harus menaruh perhatian khusus untuk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi karyawan. Penghargaan dalam bentuk uang bukan satu-satunya yang diinginkan oleh karyawan, melainkan penghargaan akan diri dan hasil kerja mereka. Perusahaan yang baik juga harus memberi respek kepada karyawannya karena tidak dapat dipungkiri bahwa mereka membutuhkan satu sama lain.
Siapkah anda menuju perubahan…?
                                                                                    CONTACT US

Base Camp :

Jl Eka Dasa No 3 RT 02 RW 01
Komplek Wisma Anggara
Kel. Menteng Dalam Kec. Tebet
Jakarta Selatan 12870
Telepon : 021 – 22839295
Hp : Antonius Sujarwanto  0818-0888-1466
Bayu Wibowo  0878-1543-6613
Marketing : Anindias Putri  0821-1019-9037

Rabu, 22 Juni 2016

PENGERTIAN ELEMEN EXPERIENTIAL MARKETING

PENGERTIAN ELEMEN EXPERIENTIAL MARKETING

Menurut Pine II dan Gilmore (1999) terdapat 4 tingkatan dalam ilmu pemasaran (economic value) yakni commodities, goods, service dan experience yang masing-masing tingkatan memiliki arti dan pengaruh masing-masing yang berkaitan dengan kepuasan konsumen.

a. Commodities
Komoditi atau komoditas merupakan bahan material yang diambil secara langsung dari alam misalnya flora, fauna, air, udara, tanah serta mineral. Pada umumnya komoditi diproses lebih lanjut sehingga diperoleh suatu karakteristik tertentu dan lebih bermanfaat dan mempunyai nilai jual jika dilakukan pengolahan lebih lanjut.
b. Goods
Goods merupakan komoditi sebagai bahan mentahnya atau merupakan barang setengah jadi dan siap dijual. Harga goods itu sendiri ditentukan berdasarkan pada biaya produksi.
c. Services
Service lebih kenal dengan jasa yang dipergunakan untuk memenuhi keinginan konsumen. Konsumen pada umumnya menilai manfaat dari service adalah lebih tinggi dari yang konsumen ekspektasikan atau harapkan (kepuasan).
d. Experience
Experience adalah suatu kejadian yang terjadi apabila badan usaha dengan sengaja menggunakan services sebagai prasarana dan goods menjadi penyangga untuk dapat menarik hati atau minat konsumen secara individual dan emosi. Badan usaha berusaha mengikat pengalaman disekeliling goods maupun services yang ada untuk dapat menarik konsumen lebih banyak. Konsumen secara umum menilai pengalaman berdasarkan pada ingatan atas kejadian yang menarik hati.
Pergerakan economic value dari keempat tingkatan yang ada mulai dari commodities, goods, service dan experience akan meningkat secara besar dalam value karena konsumen menemukan bahwa dalam tiap tingkatan tersebut lebih relevan terhadap apa yang diinginkannya. Setiap badan usaha memiliki tingkat experience yang berbeda-beda sehingga mereka lebih mudah mendiferensiasikan apa yang mereka tawarkan. Pendekatan yang dapat digunakan oleh badan usaha untuk dapat menggerakan economic value menuju pada tingkatan experiential yaitu dengan menambah elemen-elemen yang dapat mempertinggi interaksi yang berkaitan secara langsung dengan panca indra melalui penglihatan, suara, sentuhan, rasa dan bau dari konsumen tersebut. Tahapan-tahapan dalam pergerakan economic value adalah mengolah barang atau bahan baku (extract commodities), tahap membuat barang atau produk (make goods), tahap memberikan pelayanan (deliver services) dan tahap pengalaman (stage experience) yang mempunyai arti memberikan pengalaman yang bersifat memorable (selalu diingat dan dikenang dalam pikiran).
Experiential sendiri berasal dari kata experience yang berarti sebuah pengalaman. Definisi experience menurut Schmitt (1999:60):
“Experiences are private events that occur in response to some stimulation.”
Definisinya pengalaman merupakan peristiwa-peristiwa pribadi yang terjadi dikarenakan adanya stimulus tertentu.
Pine II dan Gilmore (1999:12) berpendapat bahwa “Experience are event that engage individuals in a personal way” yang berarti pengalaman adalah suatu kejadian yang terjadi dan mengikat pada setiap individu secara personal.
Sedangkan pengertian marketing menurut Evans and Berman (1992:8): “Marketing is the anticipation, management and satisfaction of demand through the exchange process” artinya bahwa marketing adalah suatu aktivitas untuk melakukan antisipasi, pengelolaan dan pencapaian kepuasan konsumen melalui proses pertukaran.
Bisa dikatakan bahwa pengertian Experiential Marketing adalah suatu aktivitas untuk melakukan antisipasi, pengelolaan dan pencapaian kepuasan konsumen melalui proses pertukaran yang merupakan peristiwa-peristiwa pribadi yang terjadi sebagai tanggapan atau beberapa stimulus.
Elemen-Elemen Experiential Marketing (Schmitt,1999) terdiri dari:
1. Sense, ‘Sense’ berkaitan dengan gaya (styles) dan simbol-simbol verbal dan visual yang mampu menciptakan keutuhan sebuah kesan. Untuk menciptakan kesan yang kuat, baik melalui iklan, packaging ataupun website, seorang pemasar perlu memilih warna yang tepat sejalan dengan company profile. Pilihan warna ini harus menarik untuk membangkitkan perhatian pelanggannya. Sebagai contoh warna kuning atau merah biasanya lebih baik daripada biru atau abu-abu. Meskipun kedua warna terakhir ini merupakan warna yang umum dalam sebuah perusahaan karena merupakan simbol daerah yang ‘aman’, tetapi warna ini bukanlah warna yang sangat baik untuk menarik perhatian pelanggan. Pemilihan warna harus sesuai dengan kriteria dan image perusahaan. Selain itu pilihan gaya (styles) yang tepat juga tak kalah pentingnya. Perpaduan antara bentuk, warna dan elemen-elemen yang lain membentuk berbagai macam gaya (styles) antara lain minimalis, ornamentalis, dinamis dan statis. Sebagai contoh adanya hotel dengan bermacam-macam gaya. Business hotel tentunya berbeda dengan resort hotel dari pemilihan warna, lokasi, furniture maupun gaya arsitekturnya.
2. Feel, Perasaan di sini sangatlah berbeda dengan kesan sensorik karena hal ini berkaitan dengan suasana hati dan emosi jiwa seseorang. Ini bukan sekedar menyangkut keindahan, tetapi suasana hati dan emosi jiwa yang mampu membangkitkan kebahagiaan atau bahkan kesedihan. Perusahaan Hallmark adalah contohnya. Pada saat menjelang Natal, Hallmark meluncurkan iklan TV yang menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang hampir tidak dapat pulang berkumpul dengan keluarganya di hari Natal karena kendala salju yang tebal. Dia akhirnya dapat mewujudkan keinginannya pada saat adik laki- lakinya mulai menyanyikan Christmas Carols sehingga seluruh keluarga merasa bahagia dapat berkumpul bersama. Hallmark mampu menyampaikan ‘feel’ Natal sebagai momen untuk berbagi kasih bersama seluruh anggota keluarga.
3. Think, Dengan berpikir (think) dapat merangsang kemampuan intelektual dan kreativitas seseorang. Sebagai contoh, perusahaan komputer Apple melakukan kampanye iklan komputer yang tidak umum. Iklan ini tidak menampilkan adanya computer tetapi menampilkan tokoh-tokoh heroic abad 20 mulai dari Einstein hingga John Lennon. Hal ini dilakukan Apple untuk memperbaiki kinerja pemasarannya disamping untuk menarik pelanggannya agar berpikir lebih luas dan berbeda mengenai perusahaan dan produknya. Contoh lainnya adalah Benetton yang menampilkan serangkaian iklan foto jurnalistik yang berupa foto-foto sederetan orang yang meninggal. Iklan ini terlalu mengejutkan. Oleh karena itu pemasar perlu berhati-hati dalam melakukan pendekatan ‘Think’ dan tidak terlalu provokatif serta berlebihan karena dapat merugikan. Dengan membuat pelanggan berpikir beda hal ini akan berakibat mereka mengambil posisi yang berbeda pula. Kadangkala posisi yang diambil ini bertentangan dengan harapan pemasar.
4. Act berkaitan dengan perilaku yang nyata dan gaya hidup seseorang. Hal ini berhubungan dengan bagaimana membuat orang berbuat sesuatu dan mengekspresikan gaya hidupnya. Riset pasar menunjukkan banyak orang membeli Volkswagen Beetle sebagai mobil kedua setelah BMW atau Lexus. Mereka mempunyai gaya hidup tertentu; mereka ingin mengendarai mobil yang lebih enak untuk dikendarai daripada mobil pertama mereka yang lebih profesional. Jadi ‘Act’ di sini meliputi perilaku yang nyata atau gaya hidup yang lebih luas. Ada berbagai cara untuk mengkomunikasikan ‘Act’. Dalam Web pemasar dapat menggunakan flash animations; di TV dengan iklan pendek. Sedangkan di lingkungan sosial dapat dilakukan dengan gambar hidup yang dapat bergerak dengan cepat. Media cetak bukanlah pilihan yang baik untuk ini. Pemilihan sarananya harus hati-hati dan tepat sehingga dapat membangkitkan pengalaman yang diinginkan.
5. Relate berkaitan dengan budaya seseorang dan kelompok referensinya yang dapat menciptakan identitas sosial. Seorang pemasar harus mampu menciptakan identitas sosial (generasi, kebangsaan, etnis) bagi pelanggannya dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Pemasar dapat menggunakan simbol budaya dalam kampanye iklan dan desain Web yang mampu mengidentifikasikan kelompok pelanggan tertentu. Harley-Davidson merupakan contoh kampanye ‘Relate’ yang mampu menarik beribu-ribu pengendara motor besar di Amerika dalam rally di penjuru negara itu. Pelanggannya kebanyakan mempunyai tattoo berupa logo Harley-Davidson di lengan atau bahkan di seluruh tubuhnya. Mereka menunjukkan kelompok referensi tertentu dengan apa yang dimilikinya.
Schmitt (1999:12) membagi Experiential Marketing menjadi 4 karakteristik, yaitu:
a. Fokus pada pengalaman konsumen
Suatu pengalaman terjadi sebagai pertemuan, menjalani atau melewati situasi tertentu yang memberikan nilai-nilai indrawi, emosional, kognitif, perilaku dan relasional yang menggantikan nilai-nilai fungsional. Dengan adanya pengalaman tersebut dapat menghubungkan badan usaha beserta produknya dengan gaya hidup konsumen yang mendorong terjadinya pembelian pribadi dan dalam lingkup usahanya.
b. Menguji situasi konsumen
Berdasarkan pengalaman yang telah ada konsumen tidak hanya menginginkan suatu produk dilihat dari keseluruhan situasi pada saat mengkonsumsi produk tersebut tetapi juga dari pengalaman yang didapatkan pada saat mengkonsumsi produk tersebut.
c. Mengenali aspek rasional dan emosional sebagai pemicu dari konsumsi
Dalam Experiential Marketing, konsumen bukan hanya dilihat dari sisi rasional saja melainkan juga dari sisi emosionalnya. Jangan memperlakukan konsumen hanya sebagai pembuat keputusan yang rasional tetapi konsumen lebih menginginkan untuk dihibur, dirangsang serta dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara kreatif.
d. Metode dan perangkat bersifat elektik
Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman seseorang lebih bersifat elektik. Maksudnya lebih bergantung pada objek yang akan diukur atau lebih mengacu pada setiap situasi yang terjadi daripada menggunakan suatu standar yang sama. Pada Experiential Marketing, merek bukan hanya sebagai pengenal badan usaha saja, melainkan lebih sebagai pemberi pengalaman positif pada konsumen sehingga dapat menimbulkan loyalitas pada konsumen.
Fokus utama dari suatu Experiential Marketing adalah pada tanggapan panca indra, pengaruh, tindakan serta hubungan. Oleh karena itu suatu badan usaha harus dapat menciptakan experiential brands yang dihubungkan dengan kehidupan nyata dari konsumen. Experiential Marketing dimanfaatkan secara efektif apabila diterapkan pada situasi tertentu. Ada manfaat yang dirasakan suatu badan usaha menurut pandangan Schmitt (1999:34) menerapkan Experiential Marketing antara lain:
  • untuk membangkitkan kembali merek yang sedang merosot
  • untuk membedakan satu produk dengan produk pesaing
  • untuk menciptakan citra dan identitas sebuah perusahaan
  • untuk mempromosikan inovasi
  • untuk membujuk percobaan, pembelian dan loyalitas konsumen.
Kesetiaan konsumen tidak terbentuk dalam waktu singkat tetapi melalui proses belajar dan berdasarkan hasil pengalaman dari konsumen itu sendiri dari pembelian konsisten sepanjang waktu. Bila yang didapat sudah sesuai dengan harapan, maka proses pembelian ini terus berulang. Hal ini dapat dikatakan behwa telah timbul adanya kesetiaan konsumen. Bila dari pengalamannya, konsumen tidak mendapatkan merek yang memuaskan maka ia tidak akan berhenti untuk mencoba merek-merek yang lain sampai ia mendapatkan produk atau jasa yang memenuhi kriteria mereka.
Menurut Wulf, Gaby dan Lacobucci (2001:36) loyalitas merupakan besarnya konsumsi dan frekuensi pembelian dilakukan oleh seorang konsumen terhadap suatu perusahaan. Dan mereka berhasil menemukan bahwa kualitas keterhubungan yang terdiri dari kepuasan, kepercayaan dan komitmen mempunyai hubungan yang positif dengan loyalitas.
Loyalitas memberi pengertian yang sama atas loyalitas merek dan loyalitas pelanggan. Memang benar bahwa loyalitas merek mencerminkan loyalitas pelanggan terhadap merek tertentu, tetapi apabila pelanggan dimengerti sama dengan konsumen, maka loyalitas konsumen lebih luas cakupannya daripada loyalitas merek, karena loyalitas konsumen mencakup loyalitas terhadap merek (Dharmmesta,1999:75). Loyalitas adalah tentang presentase dari orang yang pernah membeli dalam kerangka waktu tertentu dan melakukan pembelian ulang sejak pembelian yang pertama.
Dalam mengukur kesetiaan, Zeithaml(1996:38) menyatakan dengan beberapa atribut yaitu :
  1. mengatakan hal yang positif tentang perusahaan kepada orang lain;
  2. merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang meminta saran;
  3. mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan pilihan pertama dalam melakukan pembelian jasa;
  4. melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian dengan perusahaan beberapa tahun mendatang.
Adapun pendapat dari Oliver (1999:53) yang mendefinisikan loyalitas konsumen dengan suatu keadaan dimana terdapat komitmen yang kuat dalam pembelian ulang dan penggunaan kembali barang dan jasa perusahaan. Untuk itu terdapat konsep loyalitas yang ditawarkan Oliver (1999:35-37) mengenai tingkat loyalitas konsumen terdiri dari empat tahap yakni:
Tahap dimana pengetahuan langsung maupun tidak langsung konsumen akan merek, dan manfaatnya, dan dilanjutkan ke pembelian berdasarkan pada keyakinan akan superioritas yang ditawarkan. Pada tahap ini dasar kesetiaan adalah informasi tentang produk atau jasa yang tersedia bagi konsumen.
Sikap favorable konsumen terhadap merek yang merupakan hasil dari konfirmasi yang berulang dari harapannya selama tahap cognitively loyalty berlangsung. Pada tahap ini dasar kesetiaannya adalah pada sikap dan komitmen konsumen terhadap produk dan jasa.
Intensi membeli ulang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang merupakan dorongan motivasi.
Menghubungkan penambahan yang baik untuk tindakan serta keinginan untuk mengatasi kesulitan seperti pada tindakan kesetiaan.
Tjiptono (2001:85) mengemukakan enam indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen yaitu
1) Pembelian ulang;
2) kebiasaan mengkonsumsi merek tersebut;
3) selalu menyukai merek tersebut;
4) tetap memilih merek tersebut;
5) yakin bahwa merek tersebut yang terbaik;
6) merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.



Rabu, 22 Juni 2016

PENGERTIAN ELEMEN EXPERIENTIAL MARKETING

PENGERTIAN ELEMEN EXPERIENTIAL MARKETING

Menurut Pine II dan Gilmore (1999) terdapat 4 tingkatan dalam ilmu pemasaran (economic value) yakni commodities, goods, service dan experience yang masing-masing tingkatan memiliki arti dan pengaruh masing-masing yang berkaitan dengan kepuasan konsumen.



a. Commodities
Komoditi atau komoditas merupakan bahan material yang diambil secara langsung dari alam misalnya flora, fauna, air, udara, tanah serta mineral. Pada umumnya komoditi diproses lebih lanjut sehingga diperoleh suatu karakteristik tertentu dan lebih bermanfaat dan mempunyai nilai jual jika dilakukan pengolahan lebih lanjut.
b. Goods
Goods merupakan komoditi sebagai bahan mentahnya atau merupakan barang setengah jadi dan siap dijual. Harga goods itu sendiri ditentukan berdasarkan pada biaya produksi.
c. Services
Service lebih kenal dengan jasa yang dipergunakan untuk memenuhi keinginan konsumen. Konsumen pada umumnya menilai manfaat dari service adalah lebih tinggi dari yang konsumen ekspektasikan atau harapkan (kepuasan).
d. Experience
Experience adalah suatu kejadian yang terjadi apabila badan usaha dengan sengaja menggunakan services sebagai prasarana dan goods menjadi penyangga untuk dapat menarik hati atau minat konsumen secara individual dan emosi. Badan usaha berusaha mengikat pengalaman disekeliling goods maupun services yang ada untuk dapat menarik konsumen lebih banyak. Konsumen secara umum menilai pengalaman berdasarkan pada ingatan atas kejadian yang menarik hati.
Pergerakan economic value dari keempat tingkatan yang ada mulai dari commodities, goods, service dan experience akan meningkat secara besar dalam value karena konsumen menemukan bahwa dalam tiap tingkatan tersebut lebih relevan terhadap apa yang diinginkannya. Setiap badan usaha memiliki tingkat experience yang berbeda-beda sehingga mereka lebih mudah mendiferensiasikan apa yang mereka tawarkan. Pendekatan yang dapat digunakan oleh badan usaha untuk dapat menggerakan economic value menuju pada tingkatan experiential yaitu dengan menambah elemen-elemen yang dapat mempertinggi interaksi yang berkaitan secara langsung dengan panca indra melalui penglihatan, suara, sentuhan, rasa dan bau dari konsumen tersebut. Tahapan-tahapan dalam pergerakan economic value adalah mengolah barang atau bahan baku (extract commodities), tahap membuat barang atau produk (make goods), tahap memberikan pelayanan (deliver services) dan tahap pengalaman (stage experience) yang mempunyai arti memberikan pengalaman yang bersifat memorable (selalu diingat dan dikenang dalam pikiran).
Experiential sendiri berasal dari kata experience yang berarti sebuah pengalaman. Definisi experience menurut Schmitt (1999:60):
“Experiences are private events that occur in response to some stimulation.”
Definisinya pengalaman merupakan peristiwa-peristiwa pribadi yang terjadi dikarenakan adanya stimulus tertentu.
Pine II dan Gilmore (1999:12) berpendapat bahwa “Experience are event that engage individuals in a personal way” yang berarti pengalaman adalah suatu kejadian yang terjadi dan mengikat pada setiap individu secara personal.
Sedangkan pengertian marketing menurut Evans and Berman (1992:8): “Marketing is the anticipation, management and satisfaction of demand through the exchange process” artinya bahwa marketing adalah suatu aktivitas untuk melakukan antisipasi, pengelolaan dan pencapaian kepuasan konsumen melalui proses pertukaran.
Bisa dikatakan bahwa pengertian Experiential Marketing adalah suatu aktivitas untuk melakukan antisipasi, pengelolaan dan pencapaian kepuasan konsumen melalui proses pertukaran yang merupakan peristiwa-peristiwa pribadi yang terjadi sebagai tanggapan atau beberapa stimulus.
Elemen-Elemen Experiential Marketing (Schmitt,1999) terdiri dari:
1. Sense, ‘Sense’ berkaitan dengan gaya (styles) dan simbol-simbol verbal dan visual yang mampu menciptakan keutuhan sebuah kesan. Untuk menciptakan kesan yang kuat, baik melalui iklan, packaging ataupun website, seorang pemasar perlu memilih warna yang tepat sejalan dengan company profile. Pilihan warna ini harus menarik untuk membangkitkan perhatian pelanggannya. Sebagai contoh warna kuning atau merah biasanya lebih baik daripada biru atau abu-abu. Meskipun kedua warna terakhir ini merupakan warna yang umum dalam sebuah perusahaan karena merupakan simbol daerah yang ‘aman’, tetapi warna ini bukanlah warna yang sangat baik untuk menarik perhatian pelanggan. Pemilihan warna harus sesuai dengan kriteria dan image perusahaan. Selain itu pilihan gaya (styles) yang tepat juga tak kalah pentingnya. Perpaduan antara bentuk, warna dan elemen-elemen yang lain membentuk berbagai macam gaya (styles) antara lain minimalis, ornamentalis, dinamis dan statis. Sebagai contoh adanya hotel dengan bermacam-macam gaya. Business hotel tentunya berbeda dengan resort hotel dari pemilihan warna, lokasi, furniture maupun gaya arsitekturnya.
2. Feel, Perasaan di sini sangatlah berbeda dengan kesan sensorik karena hal ini berkaitan dengan suasana hati dan emosi jiwa seseorang. Ini bukan sekedar menyangkut keindahan, tetapi suasana hati dan emosi jiwa yang mampu membangkitkan kebahagiaan atau bahkan kesedihan. Perusahaan Hallmark adalah contohnya. Pada saat menjelang Natal, Hallmark meluncurkan iklan TV yang menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang hampir tidak dapat pulang berkumpul dengan keluarganya di hari Natal karena kendala salju yang tebal. Dia akhirnya dapat mewujudkan keinginannya pada saat adik laki- lakinya mulai menyanyikan Christmas Carols sehingga seluruh keluarga merasa bahagia dapat berkumpul bersama. Hallmark mampu menyampaikan ‘feel’ Natal sebagai momen untuk berbagi kasih bersama seluruh anggota keluarga.
3. Think, Dengan berpikir (think) dapat merangsang kemampuan intelektual dan kreativitas seseorang. Sebagai contoh, perusahaan komputer Apple melakukan kampanye iklan komputer yang tidak umum. Iklan ini tidak menampilkan adanya computer tetapi menampilkan tokoh-tokoh heroic abad 20 mulai dari Einstein hingga John Lennon. Hal ini dilakukan Apple untuk memperbaiki kinerja pemasarannya disamping untuk menarik pelanggannya agar berpikir lebih luas dan berbeda mengenai perusahaan dan produknya. Contoh lainnya adalah Benetton yang menampilkan serangkaian iklan foto jurnalistik yang berupa foto-foto sederetan orang yang meninggal. Iklan ini terlalu mengejutkan. Oleh karena itu pemasar perlu berhati-hati dalam melakukan pendekatan ‘Think’ dan tidak terlalu provokatif serta berlebihan karena dapat merugikan. Dengan membuat pelanggan berpikir beda hal ini akan berakibat mereka mengambil posisi yang berbeda pula. Kadangkala posisi yang diambil ini bertentangan dengan harapan pemasar.
4. Act berkaitan dengan perilaku yang nyata dan gaya hidup seseorang. Hal ini berhubungan dengan bagaimana membuat orang berbuat sesuatu dan mengekspresikan gaya hidupnya. Riset pasar menunjukkan banyak orang membeli Volkswagen Beetle sebagai mobil kedua setelah BMW atau Lexus. Mereka mempunyai gaya hidup tertentu; mereka ingin mengendarai mobil yang lebih enak untuk dikendarai daripada mobil pertama mereka yang lebih profesional. Jadi ‘Act’ di sini meliputi perilaku yang nyata atau gaya hidup yang lebih luas. Ada berbagai cara untuk mengkomunikasikan ‘Act’. Dalam Web pemasar dapat menggunakan flash animations; di TV dengan iklan pendek. Sedangkan di lingkungan sosial dapat dilakukan dengan gambar hidup yang dapat bergerak dengan cepat. Media cetak bukanlah pilihan yang baik untuk ini. Pemilihan sarananya harus hati-hati dan tepat sehingga dapat membangkitkan pengalaman yang diinginkan.
5. Relate berkaitan dengan budaya seseorang dan kelompok referensinya yang dapat menciptakan identitas sosial. Seorang pemasar harus mampu menciptakan identitas sosial (generasi, kebangsaan, etnis) bagi pelanggannya dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Pemasar dapat menggunakan simbol budaya dalam kampanye iklan dan desain Web yang mampu mengidentifikasikan kelompok pelanggan tertentu. Harley-Davidson merupakan contoh kampanye ‘Relate’ yang mampu menarik beribu-ribu pengendara motor besar di Amerika dalam rally di penjuru negara itu. Pelanggannya kebanyakan mempunyai tattoo berupa logo Harley-Davidson di lengan atau bahkan di seluruh tubuhnya. Mereka menunjukkan kelompok referensi tertentu dengan apa yang dimilikinya.
Schmitt (1999:12) membagi Experiential Marketing menjadi 4 karakteristik, yaitu:
a. Fokus pada pengalaman konsumen
Suatu pengalaman terjadi sebagai pertemuan, menjalani atau melewati situasi tertentu yang memberikan nilai-nilai indrawi, emosional, kognitif, perilaku dan relasional yang menggantikan nilai-nilai fungsional. Dengan adanya pengalaman tersebut dapat menghubungkan badan usaha beserta produknya dengan gaya hidup konsumen yang mendorong terjadinya pembelian pribadi dan dalam lingkup usahanya.
b. Menguji situasi konsumen
Berdasarkan pengalaman yang telah ada konsumen tidak hanya menginginkan suatu produk dilihat dari keseluruhan situasi pada saat mengkonsumsi produk tersebut tetapi juga dari pengalaman yang didapatkan pada saat mengkonsumsi produk tersebut.
c. Mengenali aspek rasional dan emosional sebagai pemicu dari konsumsi
Dalam Experiential Marketing, konsumen bukan hanya dilihat dari sisi rasional saja melainkan juga dari sisi emosionalnya. Jangan memperlakukan konsumen hanya sebagai pembuat keputusan yang rasional tetapi konsumen lebih menginginkan untuk dihibur, dirangsang serta dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara kreatif.
d. Metode dan perangkat bersifat elektik
Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman seseorang lebih bersifat elektik. Maksudnya lebih bergantung pada objek yang akan diukur atau lebih mengacu pada setiap situasi yang terjadi daripada menggunakan suatu standar yang sama. Pada Experiential Marketing, merek bukan hanya sebagai pengenal badan usaha saja, melainkan lebih sebagai pemberi pengalaman positif pada konsumen sehingga dapat menimbulkan loyalitas pada konsumen.
Fokus utama dari suatu Experiential Marketing adalah pada tanggapan panca indra, pengaruh, tindakan serta hubungan. Oleh karena itu suatu badan usaha harus dapat menciptakan experiential brands yang dihubungkan dengan kehidupan nyata dari konsumen. Experiential Marketing dimanfaatkan secara efektif apabila diterapkan pada situasi tertentu. Ada manfaat yang dirasakan suatu badan usaha menurut pandangan Schmitt (1999:34) menerapkan Experiential Marketing antara lain:
  • untuk membangkitkan kembali merek yang sedang merosot
  • untuk membedakan satu produk dengan produk pesaing
  • untuk menciptakan citra dan identitas sebuah perusahaan
  • untuk mempromosikan inovasi
  • untuk membujuk percobaan, pembelian dan loyalitas konsumen.
Kesetiaan konsumen tidak terbentuk dalam waktu singkat tetapi melalui proses belajar dan berdasarkan hasil pengalaman dari konsumen itu sendiri dari pembelian konsisten sepanjang waktu. Bila yang didapat sudah sesuai dengan harapan, maka proses pembelian ini terus berulang. Hal ini dapat dikatakan behwa telah timbul adanya kesetiaan konsumen. Bila dari pengalamannya, konsumen tidak mendapatkan merek yang memuaskan maka ia tidak akan berhenti untuk mencoba merek-merek yang lain sampai ia mendapatkan produk atau jasa yang memenuhi kriteria mereka.
Menurut Wulf, Gaby dan Lacobucci (2001:36) loyalitas merupakan besarnya konsumsi dan frekuensi pembelian dilakukan oleh seorang konsumen terhadap suatu perusahaan. Dan mereka berhasil menemukan bahwa kualitas keterhubungan yang terdiri dari kepuasan, kepercayaan dan komitmen mempunyai hubungan yang positif dengan loyalitas.
Loyalitas memberi pengertian yang sama atas loyalitas merek dan loyalitas pelanggan. Memang benar bahwa loyalitas merek mencerminkan loyalitas pelanggan terhadap merek tertentu, tetapi apabila pelanggan dimengerti sama dengan konsumen, maka loyalitas konsumen lebih luas cakupannya daripada loyalitas merek, karena loyalitas konsumen mencakup loyalitas terhadap merek (Dharmmesta,1999:75). Loyalitas adalah tentang presentase dari orang yang pernah membeli dalam kerangka waktu tertentu dan melakukan pembelian ulang sejak pembelian yang pertama.
Dalam mengukur kesetiaan, Zeithaml(1996:38) menyatakan dengan beberapa atribut yaitu :
  1. mengatakan hal yang positif tentang perusahaan kepada orang lain;
  2. merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang meminta saran;
  3. mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan pilihan pertama dalam melakukan pembelian jasa;
  4. melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian dengan perusahaan beberapa tahun mendatang.
Adapun pendapat dari Oliver (1999:53) yang mendefinisikan loyalitas konsumen dengan suatu keadaan dimana terdapat komitmen yang kuat dalam pembelian ulang dan penggunaan kembali barang dan jasa perusahaan. Untuk itu terdapat konsep loyalitas yang ditawarkan Oliver (1999:35-37) mengenai tingkat loyalitas konsumen terdiri dari empat tahap yakni:
Tahap dimana pengetahuan langsung maupun tidak langsung konsumen akan merek, dan manfaatnya, dan dilanjutkan ke pembelian berdasarkan pada keyakinan akan superioritas yang ditawarkan. Pada tahap ini dasar kesetiaan adalah informasi tentang produk atau jasa yang tersedia bagi konsumen.
Sikap favorable konsumen terhadap merek yang merupakan hasil dari konfirmasi yang berulang dari harapannya selama tahap cognitively loyalty berlangsung. Pada tahap ini dasar kesetiaannya adalah pada sikap dan komitmen konsumen terhadap produk dan jasa.
Intensi membeli ulang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang merupakan dorongan motivasi.
Menghubungkan penambahan yang baik untuk tindakan serta keinginan untuk mengatasi kesulitan seperti pada tindakan kesetiaan.
Tjiptono (2001:85) mengemukakan enam indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen yaitu
1) Pembelian ulang;
2) kebiasaan mengkonsumsi merek tersebut;
3) selalu menyukai merek tersebut;
4) tetap memilih merek tersebut;
5) yakin bahwa merek tersebut yang terbaik;
6) merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.